Cerita tentang perjuangan orang yang miskin kemudian sukses, bukan hanya ada di film-film atau sinetron saja. Faktanya, hal itu benar-benar terjadi di dunia nyata. Seorang pemulung asal Bekasi memiliki semangat yang tinggi dan tidak pernah putus asa untuk meraih impiannya. Dan saat ini, pemulung yang akrab dipanggil Wahyudin tersebut telah menempuh pendidikan S2 di ITB.
Kisah hidup pemuda yang mimiliki wajah tampan ini memang menarik untuk diulas. Mungkin Anda tidak akan percaya, jika Wahyudin yang tak hanya pintar, tapi juga memiliki wajah yang tampan tersebut, dulunya harus mengais-ngais sampah untuk mendapatakan sedikit rupiah agar ia dapat menyelesaikan pendidikannya.
1. Berawal Dari Keinginan Melanjutkan Sekolah SMP
Lulus SD dengan keadaan keterbatasan ekonomi tak membuat Wahyudin putus asa dan berhenti bersekolah. Tekad yang besar untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SMP membuatnya harus bekerja, meskipun pekerjaan itu adalah memulung sampah. Wahyudin tak pernah ragu untuk melakukannya, dengan ikut tetangga yang juga berprofesi sebagai seorang pemulung, ia memulai hari-harinya untuk bersekolah dan bekerja. Wahyudin hanyalah orang biasa, kesedihan karena beratnya beban hidup juga terkadang ia rasakan, hinaan dari teman-teman sebayanya tak jarang membuatnya berlinang air mata. Tapi itu semua tak membuat pria ini menyerah begitu saja untuk meraih kesuksesan.
“Waktu dulu bangun jam 12 malam, jam 1 siap-siap mulung sampai subuh, salat subuh terus jam 6 ganti baju sekolah, terus bawa gorengan jualin keliling komplek. Abis keliling taruh pos satpam titip. Sisanya saya bungkus buat makan di sekolah. Pulang sekolah jam 1 sudah gembala kambing, abis itu langsung dagang asongan di pinggir jalan, abis itu lanjut mulung sampai jam 11 malam. Tidur cuma 2 sampai 3 jam doang. Sekolah bawa balsem sama minyak kayu putih buat diolesin ke mata kan panas jadi nggak ngantuk. Saya nggak mau ketinggalan pelajaran,” begitulah Wahyudin menjelaskan kesibukannya sehari-hari.
Wahyudin lahir dari keluarga sederhana, ayahnya berprofesi sebagai tukang ojek, sedangkan ibunya bertani. Ia melihat kakak-kakaknya yang tidak melanjutkan sekolah setelah lulus SD karena memang ekonomi keluarganya tidak cukup untuk membiayai sekolah mereka. Maka timbullah kesadaran dalam dirinya jika ia tidak mencari uang sendiri, sudah pasti bangku SMP tak akan pernah ia rasakan. “Saya ngeliat waktu kecil kok kakak-kakak saya nggak ada yang sekolah, saya faham Bapak saya ekonominya rendah. Kakak-kakak saya nggak sekolah karena nggak ada uang. Saya waktu kecil SD itu mikir aduh habis deh nih, kalau kakak-kakak nggak sekolah berarti saya nggak sekolah dong karena kan satu sumber keuangannya. Saya nggak mau terima nasib, saya harus keluar dari rantai kemiskinan,” ungkap Wahyudin seperti dilansir dari detik.com, Jumat (19/6/2015).
2. Menekuni Berbagai Macam Pekerjaan Lainnya
Ternyata kebutuhannya tak tercukupi hanya dengan memulung saja, maka ia menekuni berbagai macam profesi untuk mendapatkan penghasilan tambahan seperti gembala kambing, jual gorengan, mengajar privat, dagang asongan, jual susu murni dan jadi penyiar. Perjuangan tersebut ternyata tidak sia-sia ia berhasil menyelesaikan pendidikan tak hanya SMP tapi juga SMA bahkan hingga perguruan Tinggi.
Beruntung, karena di tengah-tengah beratnya beban hidupnya ada orang-orang yang yang membantu. Bahkan ada yang mengangkatnya menjadi anak, tak hanya memberikan dukungan materi tapi juga memberikan kasih sayang. Wahyudin sangat bersyukur akan hal itu. Orang-orang di sekitarnya, termasuk orang tua menjadi motivasi bagi pemuda yang aktif di berbagai macam kegiatan kampus ini, ia berkeinginan untuk merubah nasib orang tuanya.
3. Melanjutkan S2 di ITB
Saat ini ia melanjutkan S2 di ITB dan tidak lagi menjadi pemulung. Tak hanya itu, ia juga membantu ekonomi keluarganya dengan membuka sebuah warung sayur “Orang tua saya sudah saya bukain warung sayur. Alhamdulillah sekarang kehidupannya jauh lebih baik, bisa pegang uang kan mereka. Saya bikinin warungnya, modalnya dari orang tua angkat,” kata Wahyudin.
Seorang wahyudin telah menunjukan bahwa kemiskinan bukanlah sebuah penghalang bagi seseorang untuk meraih kesuksesan. Asalkan orang itu mau berusaha, maka keberhasilan seperti yang dicapai oleh wahyudin tersebut bukanlah hal yang mustahil.
“Tuhan telah menciptakan takdir sebagai buku kehidupan, dan tugas manusia menggerakkan nasibnya menuju kehidupan yang lebih baik.”
“Tuhan telah menciptakan takdir sebagai buku kehidupan, dan tugas manusia menggerakkan nasibnya menuju kehidupan yang lebih baik.”
Sepetik kata-kata motivasi di atas merupakan pakem ilahi yang tiap orang harus meyakininya. Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik, maka ia harus berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya. Bahkan dalam keadaan sesulit apapun, peluang keberhasilan tersebut tetap disediakan Tuhan untuk orang yang mau berusaha.
Hal tersebut kembali dibuktikan oleh seorang pemuda biasa bernama Wahyudin. Ia yang berasal dari keluarga sangat sederhana, harus menjalani kehidupan keras sebagai pemulung untuk mempertahankan api cita-citanya tetap menyala. Dan kini sebagai buah manis perjuangan, ia berhasil menggapai cita-cita yakni mendapatkan Pendidikan bahkan hingga berkesempatan menempuh studi doktoral S3 di universitas luar negeri.
Prinsip Tak Ingin Mengeluh Milik Wahyudin
Yang patut dicontoh, selama menjalani beragam pekerjaan kasar tersebut Wahyudin berusaha tidak mengeluh atau berbagi kesedihan dengan keluarganya. Ia hanya akan berbagi ketika ia mendapatkan kebahagiaan, ntah berhasil mengais rupiah dari kerja kerasnya atau beragam title prestasi ketika ia menempuh pendidikan.
“Kalau kartu bayaran itu engga boleh kasih tahu orang tua, harus taruh di bawah bantal sendiri, bayaran saya harus pusing sendiri, nangis sendiri, laporan ke guru BP izin setiap semester itu sudah biasa waktu kuliah di Uhamka. Tapi kalau saya dapat ranking, juara, terpilih jadi pemuda pelopor kota Bekasi itu saya share saya kasih tau Emak. ‘Saya ranking loh, saya dapat juara ini loh Mak’,” detilnya saat mengenang perjuangan.
Dan nyatanya Wahyudin memang tergolong berotak encer. “Sekolah tetap dapat ranking, di S1 juga IPK saya 3,85,” ungkapnya.
Mendapat Kesempatan Menempuh Program Doktoral di Luar Negeri
Perjuangan Wahyudin terus berlanjut ketika ia masuk ke perguruan tinggi. Kala itu ia masuk menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) dan lulus pada tahun 2013.
Kisah hidup dan perjuangan Wahyudin akhrinya sampai juga ke telinga Kementerian Pendidikan yang kala itu langsung menawari ia untuk dapat melanjutkan pendidikan hingga program Doktoral S3. Tak cuma itu, Wahyudin bahkan bisa memilih universitas asing manapun dan masuk tanpa prasyarat tes. Menanggapi tawaran tersebut, satu negara yang terfikir olehnya adalah Arab Saudi. Mengapa? Karena dalam benaknya sembari menuntut ilmu, di sana ia juga bisa beribadah.
Gayung bersambut, sebagai langkah awal kementerian akhirnya memasukkan Wahyudin pada Program Magister of Bussiness Administration (MBA) ITB kampus Jakarta sebagai tahap awal sebelum ia melanjutkan program doktoralnya.
Bagimanapun pendidikan memang menjadi hal yang wajib kita kejar sebagai bekal masa depan. Dan pendidikan hidup seperti yang dikisahkan Wahyudin semoga bisa menjadi pelecut semangat utamanya bagi kita para generasi muda.
Silahkan share kepada teman kamu