Tidak setiap unit bisnis baru selalu menuai keberhasilan. Orang menganggapnya lumrah, namun apa sebenarnya penyebab kematian dini ini? Mengapa banyak perusahaan yang belum lama beroperasi (start-up) kuncup sebelum mekar?
Di sini, riset mengenai kegagalan start-up belum ada. Namun, penelitian yang pernah dilakukan oleh U.S. Bureau of Labor Statistics menunjukkan bahwa sekitar enam dari 10 perusahaan baru terpaksa tutup dalam waktu empat tahun sejak didirikan. Hasil riset Office of Advocacy of the U.S. Small Business Administration memperlihatkan bahwa 25% perusahaan ambruk dalam kurun 1 tahun saja. Dalam 10 tahun hanya 29 persen dari perusahaan start-up yang masih beroperasi. Angka tersebut merupakan nilai rata-rata untuk berbagai industri.
Statistik tersebut mungkin membuat kecut banyak orang yang ingin memulai bisnis baru. Berapa biaya, waktu, tenaga, dan pikiran yang harus dicurahkan agar perusahaan ini sukses? Memanfaatkan hasil riset tersebut, sejumlah pengamat usaha kecil di AS membuat analisis. Fokusnya: apa penyebab kegagalan start-up?
Kesimpulannya seperti ini:
1. Eksekusi yang Buruk
Lebih dari sekedar gagasan yang cerdas, eksekusi yang tepat sungguh vital bagi keberhasilan bisnis baru. Ada beberapa cara untuk menghindari kegagalan eksekusi. Pertama, Anda harus mengevaluasi secara jujur keterampilan Anda dan hanya memburu kesempatan yang seiring dengan kekuatan Anda. Entrepreneur yang terlalu bersemangat cenderung mengikuti apa saja yang berkecamuk dalam benak mereka. Kedua, lebih bijak apabila Anda dikelilingi oleh orang-orang berbakat yang tidak takut berbicara terus-terang kepada Anda. Ketika bisnis Anda memperlihatkan tanda-tanda merosot, mereka akan berkata sejujurnya.
2. Pasar yang tidak Bergairah
Setiap hari, entrepreneur menginvestasikan uang mereka untuk gagasan bagus dengan harapan pelanggan akan muncul secara ajaib begitu mereka membuka pintu. Terlampau sering harapan ini jadi sia-sia. Sejarah penuh dengan perusahaan yang ambruk karena pendirinya menghabiskan seluruh waktu dan uang mereka untuk mengembangkan produk tanpa mempertimbangkan bagaimana menarik pelanggan. Banyak yang tidak memahami apa yang dianggap bernilai oleh pelanggan dan membuat mereka mau membayarnya.
Jadi, sangat penting untuk meneliti pasar sebelum Anda meluncurkan bisnis baru. Berbicaralah dengan pelanggan prospektif dan temukan apa yang mereka butuhkan.
3. Jangan Banyak Pengeluaran
Perusahaan yang matang dapat memprediksi pendapatan selama beberapa kuartal ke depan dengan derajat kepastian tertentu. Bisnis seperti ini mampu menggunakan secara hati-hati pengeluarannya, baik finansial (utang) maupun operasional (fixed overhead costs). Akan berbahaya bila perusahaan mengambil utang dalam jumlah besar. Yang terbaik ialah menjaga sebagian besar biaya bersifat variabel di saat awal. Tundalah melakukan investasi atau mengambil obligasi tetap hingga Anda meraih massa kritis pelanggan. Anda akan mengetahui kapan waktu yang tepat untuk menyewa ruang kantor yang lebih besar atau mempekerjakan tenaga untuk shift kedua ketika banyak pesanan harus segera Anda penuhi.
4. Kapitalisasi Bisnis yang Rendah
Terlalu lazim bahwa entrepreneur baru meremehkan jumlah waktu dan kapital yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas cash flow, yang menyebabkan banyak perusahaan yang sebenarnya menjanjikan terpaksa mati prematur. Bersikaplah konservatif dengan proyeksi finansial Anda dan rencanakan untuk memiliki dana yang memadai hingga perusahaan Anda mencapai cash flow positif.
5. Tidak Memiliki Keunggulan Kompetitif
Apakah kota Anda benar-benar memerlukan binatu lain? Banyak calon entrepreneur memulai bisnis yang sangat mirip dengan bisnis yang sudah ada karena kesederhanaan bisnisnya dan kebutuhan kapitalnya yang kecil. Namun, tidak adanya rintangan kompetitif (competitive barrier) membuat mereka sangat rentan terhadap pendatang baru, yang akan dengan senang hati memangkas harga untuk mencuri pelanggan mereka.
Apabila ingin perusahaan baru Anda maju pesat, Anda membutuhkan sesuatu yang mengisolasinya dari persaingan. Misalnya, lokasi yang hebat, merek yang bagus (cool brand), teknologi milik sendiri, atau struktur biaya yang tidak dapat ditiru dengan mudah. Tidak satupun dari keunggulan ini bersifat permanen, tetapi keunggulan ini diperlukan untuk melindungi Anda dalam waktu yang cukup agar perusahaan Anda bisa mengakar.
6. Adu Kepala dengan Pemimpin Pasar
Tanda yang jelas dari kegagalan yang bakal menghampiri adalah mencoba bersaing secara langsung melawan pemimpin pasar yang sudah mapan. Bisnis berskala besar memiliki banyak sumberdaya untuk menghentikan kompetitor yang berusaha memasuki pasar mereka. Perusahaan besar dapat menjual dengan harga lebih rendah, memasang iklan melampaui belanja iklan Anda, serta mematahkan akses Anda kepada pemasok dan distributor.
7. Mengambil Ceruk yang Terlalu Kecil
Sebagian besar bisnis berskala kecil berhasil bersaing melawan rivalnya yang lebih besar dengan mengkhususkan pada pasar ceruk (niche market). Akan tetapi, Anda masih perlu memastikan bahwa ceruk tersebut cukup besar untuk sanggup menopang bisnis Anda dan bahwa pelanggan tidak harus membayar mahal untuk menikmati layanan Anda. Boleh jadi, Anda mendapati persaingan di pasar terbatas ini sama dahsyatnya dengan persaingan di pasar yang lebih besar. Anda perlu menyelidiki kira-kira seberapa cepat ceruk Anda bakal tumbuh dan berapa banyak pangsa pasar yang bisa Anda raih.
8. Tim Pendiri Pecah
Perusahaan start-up bisa berubah menjadi lingkungan dengan tingkat stres yang tinggi, terutama ketika Anda berjuang untuk melewati titik kritis sebelum ‘lampu padam’. Pada momen-momen seperti ini, ketidaksepakatan mengenai arah perusahaan atau pembagian keuntungan di antara para pemilik dapat membawa kepada keretakan di dalam tim pendiri. Karena setiap orang punya pikiran sendiri-sendiri, kepergiaan tiba-tiba seorang eksekutif kunci dapat menjadi malapetaka bagi organisasi yang masih muda dan kurang berpengalaman. Penting sekali untuk menyusun kesepakatan sehingga para pendiri dan orang kunci yang dipekerjakan diperlakukan secara adil dan bahwa kepentingan setiap orang selaras dengan keberhasilan perusahaan baru.
9. Strategi Harga yang Buruk
Metode paling lazim untuk menetapkan harga ialah dengan memulai dari biaya per unit dan kemudian mendongkrak harga untuk mencapai keuntungan tertentu, yang disebut ‘cost-plus pricing‘. Sayangnya, biaya mempunyai sedikit hubungan dengan bagaimana produk atau jasa dinilai oleh pelanggan, dan ini dapat menyebabkan penetapan harga yang lebih murah. Contoh: biaya pembuatan suatu perhiasan Rp 200.000, dan Anda menjualnya Rp 250.000, padahal pelanggan akan dengan senang hati membayar Rp 350.000. Artinya, Anda kehilangan Rp 100.000 dari nilai di atas meja.
Anda disarankan membuat harga antisipasi berdasarkan nilai produk menurut persepsi pelanggan, bukan dengan cara lain.
10. Tumbuh terlampau Cepat
Pertumbuhan dianggap sebagai indikasi keberhasilan bisnis, tapi pertumbuhan yang tidak terkendali bisa membunuh perusahaan karena dua alasan utama. Pertama, bisnis memerlukan sistem dan infrastruktur untuk tumbuh secara tepat, tapi hanya ada sedikit waktu dan upaya untuk meletakkan fondasi bagi pertumbuhan pada tahun-tahun pertama. Perlu diingat, berbagai hal cenderung keluar dari kendali ketika Anda menekan pedal gas. Ini bisa menjadi persoalan bagi perusahaan yang menerima suntikan besar dari modal luar.
Alasan kedua, pertumbuhan cepat membutuhkan investasi tambahan dalam aset tetap (gudang, mesin, truk, dsb) dan modal kerja. Pada tingkat pertumbuhan yang terkendali, perusahaan mampu membiayai penjualan yang tumbuh sedikit demi sedikit melalui internal cash flow.
Hypergrowth dapat mengguncang cash, mejerumuskan bisnis ke dalam utang, atau menghentikan perusahaan di tengah jalan. Pemilik perusahaan tidak menyadari kemungkinan ambruknya perusahaan, sebab mereka lebih fokus pada profitabilitas daripada cash flow. Jangan pernah lupa bahwa cash adalah darah kehidupan bisnis Anda! Cash is king!
Begitu bisnis kehilangan fokus dari cash flow, kecenderungan untuk gagal makin besar. Buatlah plot dan lakukan analisis uang masuk dan keluar untuk memastikan bahwa bisnis Anda tetap di jalur yang benar. Jangan mengharapkan keuntungan massif dulu, tetapi juga jangan mau merugi.
Oleh Dian R. Basuki
Silahkan share kepada teman kamu