Advertisement

Cara Ketahui Keshalehan Seseorang


Lelaki yang tampan, baik, penuh kasing sayang, dan kaya merupakan dambaan semua perempuan. Namun lelaki yang seperti ini belum tentu akan memberikan kebahagiaan sampai akhir hayat perempuan nanti. Mengapa? Karena cinta mereka tidak didasari dengan iman. Jika di diri perempuan telah muncul guratan keriput, bisa saja lelaki ini mencari perempuan baru yang lebih muda dan cantik dari perempuan yang sebelumnya.
Maka dari itu, agar perempuan tidak salah dalam memilih calon suami yang dapat memberikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, pilihlah calon suami yang shaleh. Shaleh merupakan kriteria pertama dan utama dalam menentukan pendamping hidup. Karena, lelaki yang shaleh sudah pasti akan memiliki kriteria-kriteria yang lain. Namun apakah kita sudah benar-benar mengetahui lelaki yang shaleh itu yang seperti apa?
Ternyata lelaki yang shaleh bukan yang hanya rajin dalam shalat dan puasa saja. Boleh jadi mereka melakukan semua itu supaya dianggap shaleh saja oleh orang-orang yang melihatnya, supaya lamaran yang mereka lakukan mudah diterima oleh calon mertua. Dan tak heran, lelaki seperti ini baru akan terbuka kedoknya setelah menikah. Semua itu hanya pura-pura dan kebohongan belaka.
Setelah menjalankan rumah tangga bersamanya, ternyata ia bukan laki-laki yang seshaleh seperti apa yang ada pada bayangan kita. Ia jarang shalat ke masjid, malah bolong-bolong shalatnya dan mengaji pun sudah tidak pernah lagi. Pokoknya dia lelaki yang sangat mengecewakan hati. Penampilan di awal hanya sebagai tipuan. Ia seperti musang berbulu domba, luarnya dan awalnya saja yang baik namun ternyata dalamnya busuk.
Jangan terfokus pada ibadah ritual bukan berarti kita mengabaikan ibadah shalat dan puasanya. Keduanya juga sama pentingnya, namun yang lebih penting dari dua itu adalah kejujuran hatinya. Karena orang yang beriman tidak mungkin berdusta. Sebagaimana dengan perkataan Umar bin Khaththab. Ketika itu, Umar bin Khaththab sedang berdiri di atas mimbar dan memberikan nasihat, “Janganlah kalian tertipu dengan puasa dan shalatnya seseorang. Akan tetapi, telitilah dan perhatikan dengan lebih dalam lagi tentang beberapa hal ini: jika ia berbicara selalu jujur, kalau dipercaya tidak berkhianat, dan jika melakukan pelanggaran sangat takut kepada Allah!”
Dan nasihat dari Imam Abu Abdillah yang dapat dipertimbangkan ketika menilai calon suami atau istri yang baik. Ia berkata, “Janganlah kalian tertipu dengan shalat mereka dan puasa mereka. Sesungguhnya mungkin ada seseorang yang mengerjakan shalat dan puasa sampai seandainya ia meninggalkannya, ia tidak merasa takut. Tetapi, amatilah mereka dalam kebenaran bicara dan penunaian amanah.”
Memang sekarang ini mendapatkan calon yang shaleh sangat jarang keberadaannya. Namun janganlah berputus asa, tidak menutup kemungkinan kita mendapat calon yang shaleh, jika kita terus berikhtiar seraya terus memohon pada Allah SWT. Maka dari itu, bagi para Muslimah hendaklah berhati-hati, jeli dan teliti dalam melihat tingkat amanah orang yang meminangnya. Karena kehati-hatian ini akan berbuah manis di kemudian hari. Tidak boleh gegabah dan tergesa-gesa dalam menjatuhkan pilihan, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat mendeteksi kejujuran sang calon.
CARA yang paling efektif adalah dengan menanyakan pada kerabat dekatnya atau bisa juga pada temannya. Tentunya bertanyalah pada orang yang jujur, yang dapat menjawab semua pertanyaan perempuan sesuai dengan kenyataan, jangan dibagus-baguskan. Disamping semua yang telah disebutkan di atas, berikut ini terdapat beberapa petunjuk lain yang dapat digunakan untuk menilai keimanan seseorang. Jika sesuai dengan yang dibawah ini, insya Allah ia benar-benar seseorang yang agamanya baik dan keimanannya benar.
1. Tidak melakukan syirik (QS. Al-An’aam [6]: 82). Jika tauhidnya saja tidak benar (masih syirik), bagaimana mungkin ia bisa dikatakan memiliki agama?
2. Beriman pada Allah dan ingkar kepada thaghut (QS. Al-Baqarah [2]: 256). Apabila ia tidak mau mengingkari thaghut, apa mungkin ia dapat dikatakan beragama dengan baik?
3. Tunduk pada hukum Allah (Islam), bukan hukum thaghut (QS. Al-Hadiid 57: 16 dan An-Nisaa’ 4: 60, 61, 65). Kalau lebih suka dengan hukum buatan manusia daripada buatan Allah, bagaimana mungkin bisa dikatakan agamanya baik?
4. Mencintai Allah, Rasulullah SAW, dan berjihad di jalan Allah di atas segalanya termasuk diri sendiri (QS. At-Taubah [9]: 24; Al-Baqarah [2]: 165). Bagaimana mungkin ia dapat dikatakan sebagai orang yang agamanya baik, jika lebih mencintai nafsunya daripada Allah, Rasul, dan Jihad fi sabilillah?
5. Mau menegakkan agamanya (QS. Al-Maa’idah [5]: 68). Bagaimana mungkin bisa dikatakan beragama dengan benar, kalau melepaskan diri dari tanggung jawab terhadap kewajiban menegakkan agamanya? Tentu terhadap keluarganya malah tidak ada rasa tanggung jawab sama sekali, bukan?
6. Tidak ragu berkorban dengan harta dan jiwanya di jalan Allah (QS. Al-Hujuraat [49]: 15). Bagaimana mungkin orang yang tidak mau berkorban demi agama Allah memiliki agama yang baik?
7. Bila ia berjanji, ia menepatinya (QS. Al-Maa’idah [5]: 1; al-A’raaf [7]: 172). Kalau perjanjiannya dengan Allah sewaktu dalam kandungan dengan pertanyaannya bahwa ia siap diatur oleh Allah sebagai Rabbnya saja diingkari, apalagi terhadap manusia?
8. Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya,” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
9. Rasulullah SAW bersabda, “Maukah aku tunjukkan kepadamu sebaik-baik manusia?” Para shahabat menjawab, “Mau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Yaitu orang yang apabila kamu memandangnya, maka akan menjadikan kamu ingat Allah ‘Azza wa Jalla,” (HR. Ibnu Majah).
Walaupun kita telah yakin dengan sepenuh hati bahwa ia adalah calon yang agamanya baik, namun lebih baik lagi jika kita melaksanakan shalat istikharah, karena yang baik belum tentu pas dengan kita. Dan yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Nabi SAW saja selalu melakukan shalat istikharah ketika hendak menikahkan putri-putrinya dengan para shahabat yang sudah tidak diragukan lagi kualitas agamanya.
yy/islampos